Perkawinan
merupakan salah satu unsur hakiki dalam hidup bermasyarakat. Setiap suku
memiliki tata cara perkawinan yang berbeda. Salah satu perkawinan yang dibahas
disini adalah perkawinan suku Irarutu. Oleh karena itu, tujuan dan proses
perkawinan suku Irarutu adalah sebagai berikut:
A.
Tujuan
Perkawinan
Tujuan
perkawinan adat suku Irarutu adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh
keturunan (sebagai generasi penerus)
2. Untuk
mempersatukan kedua pribadi
3. Melestarikan
warisan adat
4. Menambah
jumlah dalam komonitas
B.
Proses
Perkawinan
Proses
perkawinan suku Irarutu dilakukan melalui beberapa tahap yakni:
1.
Masa
Persiapan
Pada
masa ini, hal-hal yang dipersiapkan itu tertuju pada proses peminangan, pertunangan,
persiapan makanan dan maskawin
2.
Peminangan
Proses
peminangan pada suku ini dilakukan melalui dua macam cara yakni, inisiatif dari
orang tua dan inisiatif dari dua orang muda-mudi. Pada cara pertama dikatakan
bahwa perkawinan itu ditentukan/diatur oleh orang tua. Contohnya: jika orang
tua Si A mempunyai anak laki-laki dan orang tua Si B mempunyai seorang anak
perempuan. Kedua orang tua tersebut akan memperhatikan mereka dalam pergaulan
sehari-hari. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua itu adalah kerajinan,
ketangkasan, keberanian, tanggungjawab, mampu bekerja sendiri, mandiri,
ketaatan, kekjujuran, suka menolong, tahu tentang batas-batas pergaulan,
terbuka dan lain-lain. Apabila sifat-sifat ini dimiliki oleh kedua anak muda
itu maka mereka dinyatakan telah dewasa. Dengan demikian muncul hasrat untuk
saling menanyakan tetapi tidak secara langsung. Biasanya yang pertama melakukan
pihak orang tua laki-laki melalui seorang perantara. Kata yang akan diungkapkan
oleh perantara adalah “Kami sekarang memerlukan nokeng baru, dan nokeng baru
tersebut hanya kami jumpai disini”. Permintaan tersebut tidak langsung dijawab
tetapi harus diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada anak
gadisnya. Orang tua laki-laki pun demikian. Selanjutnya dalam pertemuan kedua
hasil penelitian dibandingkan, jika terdapat kesamaan maka keduanya dinyatakan
telah dewasa. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan mengenai penerimaan dan
penolakan terhadap peminangan itu. Peminangan akan diterima apabila terdapat kesamaan
dan ditolak apabila tidak ada sifat-sifat yang sama. Selama proses peminangan
kedua anak muda itu tidak mengetahuinya sama sekali. Mereka baru mengetahui
peristiwa tersebut jika peminangan itu telah disetujui oleh kedua orang tua
belah pihak. Tetapi apabila ditolak maka tidak perlu diberitahukan kepada
mereka.
Cara
yang kedua dalam proses peminangan dalam suku ini adalah inisiatif dari kedua
muda mudi. Hal ini nampak dalam pergaulan sehari-hari mereka akan saling
memperhatikan. Apabila timbul niat bahwa mereka saling mencintai, maka akan
disampaikan pada orang tua untuk diteliti dan urusan selanjutnya. Keputusan
oleh orang tua biasanya disetujui saja oleh anak-anak. Namun terkadang muncul
tindakan-tindakan lain misalnya, karena saling mencintai mereka melakukan kawin
lari ke kampung lain. Mereka akan kembali apabila mereka disetujui dan menetap
bila tetap ditolak.
3. Pertunangan
(Wafen)
Tahap
pertunangan ini terjadi setelah pengakuan persetujuan bersama yang telah
dilakukan pada proses peminangan. Kedua orang tua bertemu untuk memutuskan
lamanya masa pertunangan anak mereka. Jangka waktu yang ditentukan disebut nggun (berupa kulit belahan rotan yang
dikikis halus serta diikat bersimpul untuk memudahkan cara penghitungan waktu
yang telah ditentukan) misalnya, waktu pertunagan mereka 50 hari maka akan
diikat 50 simpul dan setiap hari simpul demi simpul dilepaskan.
Pada
pertemuan ini juga dibahas mengenai penentuan barang-barang yang akan menjadi
tanggungan masing-masing pihak yaitu, berupa persiapan sebuah rumah pesta,
makanan pesta dan maskawin (untuk pihak laki-laki) dan persiapan nokeng, busur
panah dan makanan untuk pesta (pihak wanita).
Adapun
peraturan-peraturan yang harus ditaati selama pertunangan adalah tidak boleh
saling bertemu bahkan saling memandang, laki-laki harus menyebut nama calon
istri dihadapan orang lain omutre
(rahasiaku) dan dihadapan istri oamutre
(rahasiamu), sedangkan perempuan menyebut calon suami dihadapan orang lain omatu (temanku) dan dihadapannya omata (temanmu), selain itu juga, kepala
dan buah dada gadis harus ditutup dan dibuka pada saat anak pertama lahir.
4. Persiapan
Makanan
Pada
tahap ini mulai dilakukan persiapan makanan untuk pesta yang ditanggung secara
bersama tetapi pihak laki-laki menanggung lebih banyak. Makanan yang
dikumpulkan adalah sagu, keladi, ubi kayu, petatas, daging dan ikan. Sealain
itu, orang tua laki-laki akan berjalan ke kampung lainnya untuk mengumpulkan
maskawin dari family-family.
5. Upacara
Perkawinan
Pada
tahap ini upacara perkawinan akan dilangsungkan pada siang hari agar semua
orang dapat menyaksikannya. Pada pagi hari gadis diapit besama orang tua dan
keluarga dan ditangan gadis ada satu gulungan rokok dan api dari kulit kaya
genemo (ujerit). Mereka menantikan calon
suami. Ketika calon suami tiba mereka akan dipertemukan secara resmi. Rokok
yang dipenggang tadi dibakar dan diserahkan pada suami untuk dihisap sekali
kemudian diedarkan pada kawan-kawan dan family. Dengan penghisapan rokok
tersebut bahwa gadis itu telah diterima secara resmi pada kalangan mereka dan
perkawinan itu adalah perkawinan yang sah.
6. Maskawin
Upacara
perkawinan yang sah itu diakhiri dengan pembagian maskawin. Maskawin itu
dibedakan atas dua bagian yakni, maskawin siang hari dan maskawin malam hari.
Maskawin siang hari yang dimaksudkan sebagai pembayaran dan pengikat perkawinan
yang sekarang dilangsungkan dan dibagi pada family-family wanita yang membantu
orang tua wanita. Sedangkan maskawin malam hari adalah maskawin yang diberikan
pada malam hari pada orang tua wanita sebagai pembayaran atas jerih payah dalam
membesarkan anak gadisnya.
Sumber: Dominikus
Damianus R Surinde, Beberapa Catatan
Tentang Sistem Perkawinan Suku Irarutu, Jayapura: STFT Fajar Timur, 1974.
Hal 18-29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar