Selasa, 11 September 2012

TUJUAN DAN PROSES PERKAWINAN SUKU IRARUTU

Perkawinan merupakan salah satu unsur hakiki dalam hidup bermasyarakat. Setiap suku memiliki tata cara perkawinan yang berbeda. Salah satu perkawinan yang dibahas disini adalah perkawinan suku Irarutu. Oleh karena itu, tujuan dan proses perkawinan suku Irarutu adalah sebagai berikut:
A.    Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adat suku Irarutu adalah sebagai berikut:
1.      Memperoleh keturunan (sebagai generasi penerus)
2.      Untuk mempersatukan kedua pribadi
3.      Melestarikan warisan adat
4.      Menambah jumlah dalam komonitas
B.     Proses Perkawinan
Proses perkawinan suku Irarutu dilakukan melalui beberapa tahap yakni:
1.      Masa Persiapan
Pada masa ini, hal-hal yang dipersiapkan itu tertuju pada proses peminangan, pertunangan, persiapan makanan dan maskawin
2.      Peminangan
Proses peminangan pada suku ini dilakukan melalui dua macam cara yakni, inisiatif dari orang tua dan inisiatif dari dua orang muda-mudi. Pada cara pertama dikatakan bahwa perkawinan itu ditentukan/diatur oleh orang tua. Contohnya: jika orang tua Si A mempunyai anak laki-laki dan orang tua Si B mempunyai seorang anak perempuan. Kedua orang tua tersebut akan memperhatikan mereka dalam pergaulan sehari-hari. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua itu adalah kerajinan, ketangkasan, keberanian, tanggungjawab, mampu bekerja sendiri, mandiri, ketaatan, kekjujuran, suka menolong, tahu tentang batas-batas pergaulan, terbuka dan lain-lain. Apabila sifat-sifat ini dimiliki oleh kedua anak muda itu maka mereka dinyatakan telah dewasa. Dengan demikian muncul hasrat untuk saling menanyakan tetapi tidak secara langsung. Biasanya yang pertama melakukan pihak orang tua laki-laki melalui seorang perantara. Kata yang akan diungkapkan oleh perantara adalah “Kami sekarang memerlukan nokeng baru, dan nokeng baru tersebut hanya kami jumpai disini”. Permintaan tersebut tidak langsung dijawab tetapi harus diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada anak gadisnya. Orang tua laki-laki pun demikian. Selanjutnya dalam pertemuan kedua hasil penelitian dibandingkan, jika terdapat kesamaan maka keduanya dinyatakan telah dewasa. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan mengenai penerimaan dan penolakan terhadap peminangan itu. Peminangan akan diterima apabila terdapat kesamaan dan ditolak apabila tidak ada sifat-sifat yang sama. Selama proses peminangan kedua anak muda itu tidak mengetahuinya sama sekali. Mereka baru mengetahui peristiwa tersebut jika peminangan itu telah disetujui oleh kedua orang tua belah pihak. Tetapi apabila ditolak maka tidak perlu diberitahukan kepada mereka.
Cara yang kedua dalam proses peminangan dalam suku ini adalah inisiatif dari kedua muda mudi. Hal ini nampak dalam pergaulan sehari-hari mereka akan saling memperhatikan. Apabila timbul niat bahwa mereka saling mencintai, maka akan disampaikan pada orang tua untuk diteliti dan urusan selanjutnya. Keputusan oleh orang tua biasanya disetujui saja oleh anak-anak. Namun terkadang muncul tindakan-tindakan lain misalnya, karena saling mencintai mereka melakukan kawin lari ke kampung lain. Mereka akan kembali apabila mereka disetujui dan menetap bila tetap ditolak.
3.      Pertunangan (Wafen)
Tahap pertunangan ini terjadi setelah pengakuan persetujuan bersama yang telah dilakukan pada proses peminangan. Kedua orang tua bertemu untuk memutuskan lamanya masa pertunangan anak mereka. Jangka waktu yang ditentukan disebut nggun (berupa kulit belahan rotan yang dikikis halus serta diikat bersimpul untuk memudahkan cara penghitungan waktu yang telah ditentukan) misalnya, waktu pertunagan mereka 50 hari maka akan diikat 50 simpul dan setiap hari simpul demi simpul dilepaskan.
Pada pertemuan ini juga dibahas mengenai penentuan barang-barang yang akan menjadi tanggungan masing-masing pihak yaitu, berupa persiapan sebuah rumah pesta, makanan pesta dan maskawin (untuk pihak laki-laki) dan persiapan nokeng, busur panah dan makanan untuk pesta (pihak wanita).
Adapun peraturan-peraturan yang harus ditaati selama pertunangan adalah tidak boleh saling bertemu bahkan saling memandang, laki-laki harus menyebut nama calon istri dihadapan orang lain omutre (rahasiaku) dan dihadapan istri oamutre (rahasiamu), sedangkan perempuan menyebut calon suami dihadapan orang lain omatu (temanku) dan dihadapannya omata (temanmu), selain itu juga, kepala dan buah dada gadis harus ditutup dan dibuka pada saat anak pertama lahir.
4.      Persiapan Makanan
Pada tahap ini mulai dilakukan persiapan makanan untuk pesta yang ditanggung secara bersama tetapi pihak laki-laki menanggung lebih banyak. Makanan yang dikumpulkan adalah sagu, keladi, ubi kayu, petatas, daging dan ikan. Sealain itu, orang tua laki-laki akan berjalan ke kampung lainnya untuk mengumpulkan maskawin dari family-family.
5.      Upacara Perkawinan
Pada tahap ini upacara perkawinan akan dilangsungkan pada siang hari agar semua orang dapat menyaksikannya. Pada pagi hari gadis diapit besama orang tua dan keluarga dan ditangan gadis ada satu gulungan rokok dan api dari kulit kaya genemo (ujerit). Mereka menantikan calon suami. Ketika calon suami tiba mereka akan dipertemukan secara resmi. Rokok yang dipenggang tadi dibakar dan diserahkan pada suami untuk dihisap sekali kemudian diedarkan pada kawan-kawan dan family. Dengan penghisapan rokok tersebut bahwa gadis itu telah diterima secara resmi pada kalangan mereka dan perkawinan itu adalah perkawinan yang sah.
6.      Maskawin
Upacara perkawinan yang sah itu diakhiri dengan pembagian maskawin. Maskawin itu dibedakan atas dua bagian yakni, maskawin siang hari dan maskawin malam hari. Maskawin siang hari yang dimaksudkan sebagai pembayaran dan pengikat perkawinan yang sekarang dilangsungkan dan dibagi pada family-family wanita yang membantu orang tua wanita. Sedangkan maskawin malam hari adalah maskawin yang diberikan pada malam hari pada orang tua wanita sebagai pembayaran atas jerih payah dalam membesarkan anak gadisnya.
Sumber: Dominikus Damianus R Surinde, Beberapa Catatan Tentang Sistem Perkawinan Suku Irarutu, Jayapura: STFT Fajar Timur, 1974. Hal 18-29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar