Kamis, 08 Desember 2011

FILSAFAT BUDAYA

Nama  : Ayustus Erasmus Lim
Tugas  : Filsafat Budaya
Negara menurut Marx sebagai alat belaka dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (yang tidak ber-punya). Negara dan pemerintahan identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya dalam sejarah berturut dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (tuan tanah), kelas borjuis. Mengapa Marx begitu skeptis terhadap negara? Ada beberapa alasan Marx menilai terjadinya eksploitasi kelas borjuis kapitalis terhadap kelas proletar antara lain karena eksistensi negara. Negara ternyata dijadikan alat penindasan itu. Bagi kelas borjuis, negara digunakan semata-mata untuk memperkuat status-quo dan hegemoni ekonomi dan politik mereka. Kelas proletar, karena tidak menguasai alat dan mode produksi, yang merupakan sumber kekuasaan itu, tidak memiliki akses sedikit pun terhadap negara. Mereka tidak merasa memiliki negara dan terealisasi dari lembaga politik itu. Negara bagi Marx ibarat ’monster’ menakutkan.
Berdasarkan pemikiran dan pendapat diatas, maka seandainya saya Marx saya sangat setuju dengan pemikiran Laissez Faire (Lase Fer). Intervensi yang dilakukan oleh Negara terhadap ekonomi, politik dan perdagangan bebas sesungguhnya merupakan batu sandungan terhadap masyarakat kecil (kelas proletar). Negara selalu identik dengan kelas borjuis dan kelas penguasa sehingga mereka memanfaatkan kelas proletar demi kepentingan mereka sebagai penguasa maka yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap miskin. Penyebab adanya Negara adalah munculnya kelas penguasa (Borjuis) dan kelas proletar. Campur tangan Negara dalam kehidupan masyarakat mengakibatkan terjadinya penindasan secara ekonomis bagi masyarakat. Contohnya seperti yang terjadi di Papua saat ini, dimana intervensi Negara mengakibatkan masyarakat Papua terus mengalami penderitaan ekonomis dan politik. Kekayaan alam yang dimiliki masyarakat Papua seharusnya menjamin kebutuhan hidup tetapi apa yang dimiliki masyarakat Papua hanya dinikmati oleh mereka yang berkuasa. Oleh karena itu, selama intervensi Negara masih berperan maka masyarakat kecil (kelas proletar) akan terus mengalami penderitaan dan penindasan. Perubahan hanya akan terjadi apabila negara memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berjuang secara bebas dalam mengelolah ekonomi dan membiarkan masyarakat dalam perdagangan bebas. Terciptanya suatu Negara yang sejahtera dan makmur hanya akan terjadi apabila masyarakatnaya bebas menguasai perdagangan dan ekonomi.


INJIL ADALAH KEKUATAN ALLAH

INJIL ADALAH KEKUATAN ALLAH YANG MENYELAMATKAN
(Roma 1:16-17)
Dalam surat Roma ini, Paulus memberikan penjelasan mengenai Injil secara menyeluruh. Ia menegaskan bahwa dirinya dipanggil dan diutus oleh Allah untuk memberitakan Injil dan menuntun bangsa-bangsa supaya percaya dan taat kepada Allah. Para ahli umumnya sependapat bahwa dua ayat dalam Rm 1:16-17 ini, merupakan tema sentral dalam teologi Paulus secara keseluruhan. Hal ini terlihat dari hubungannya dengan bagian surat yang menyusul. Pernyataan tematis tentang injil ini (Rm 1:16-17) diuraikan lebih lanjut dalam Rm 1:18-11:36. Kedua ayat ini menjadi pengarah atau pemberi orientasi bahasan.
STRUKTUR TEKS
Secara struktural Rm 1:16-17 dapat dirumuskan sebagai berikut: Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil karena: (a). Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi tetapi juga orang Yunani. (b). Di dalam Injil nyatalah kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “orang benar akan hidup oleh iman”. Dalam struktur ini, menggambarkan secara berturut-turut daya penyelamatan Injil sebagai kekuatan Allah, sebagai manifestasi kebenaran Allah dan sebagai sumber hidup.
INJIL, KEKUATAN ALLAH (DUNAMIS THEOU)
Injil adalah kabar gembira atau kabar baik yang diwartakan Paulus (Rm 15:17). Selanjutnya injil dijelaskan dengan ungkapan kekuatan Allah atau dunamis theou. Injil adalah kekuatan Allah sendiri dan inilah keyakinan Paulus. Dalam bahasa Yunani ada beberapa kata untuk menyatakan kekuatan: iskhus, kratos dan dunamis. Kata dunamis yang diguanakan karena menyatakan kuasa aktif, objektif, berasal dari pribadi/personal. Dunamis adalah tanda pengenal khas Allah. Injil bukan hanya pemakluman verbal melainkan kekuatan Allah yang berkarya kini. Kuasa Allah yang dimaklumkan dalam Injil sungguh-sungguh berkarya (1Tes 2:13). Kekuatan yang dimaklumkan dalam Injil dan merupakan isi Injil adalah menyelamatkan. Kekuatan Allah adalah Allah sendiri yang menyelamatkan. Keselamatan yang dimaksudkan adalah membebaskan manusia dari dosa atau murka lawan dosa dan membawa kepenuhan mesianis bagi yang menerimanya. Keselamatan dalam konteks Paulus selalu menunjukkan realitas eskatologis dan definitif yang akan diperoleh sesudah kebangkitan orang mati. Namun dalam pemakluman Injil, dia diantisipasikan sudah kini dalam sejarah (bdk 2Kor 6:2).
Injil sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan mempunyai sasaran yakni setiap orang yang percaya. Seperti kekuatan Allah itu pribadi demikiapun sasarannya adalah pribadi yakni setiap orang yang percaya. Keselamatan akan menjadi nyata jika ada komonikasi, jika ada pertemuan personal Allah dengan kekuatan Allah dalam diri orang yang percaya itu. Keselamatan itu selalu berkaitan/berhubungan erat dengan iman. Untuk setiap orang Yahudi diterima umum bahwa iman akan Allah adalah syarat elementer agar dapat mengambil bagian dalam keselamatan dari Allah. Jika dikatakan bahwa iman adalah syarat, hendaknya tidak dimengerti seakan-akan imanlah yang memungkinkan kekuatan Allah menyelamatkan melainkan iman adalah sikap yang tepat mengahadap Allah sebagai penyelamat. Bertolak dari iman dan memimpin kepada iman (ek pisteos eis pistin) berarti hanya karena iman terjadi tindakan pembenaran/penyelamatan Allah.
Sebagaimana terdapat pada struktur teks point (b) mengatakan bahwa di dalam Injil nyalah kebenaran Allah (dikaiosune theou). Kebenaran Allah dalam konteks Paulus ini berarti sifat Allah. Jika Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan maka dengan sendirinya kebenaran Allah yang dimaksudkan adalah tindakan penyelamatan Allah. Kebenaran Allah adalah pengertian yang menyangkut relasi Allah dan manusia. Kebenaran Allah adalah kesetiaan Allah yang tak terguncangkan terhadap bangsa yang punya relasi denganNya karena janji Allah sendiri. Secara singkat, kebenaran Allah nyata dalam Injil, dalam dirangkumkan sebagai berikut: Adalah sifat Allah, setia pada diriNya, pada kata-kataNya, pada janjiNya.
Berdasarkan pokok pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Injil adalah kekuatan Allah karena Allah sendirilah yang menyelamatkan orang beriman. Kekuatan Allah ini menyata secara konkret dalam pewartaan dan dalam jawaban yang sepadan. Di dalam Injil kebenaran Allah dimanifestasikan. Keselamatan diungkapkan dengan ungkapan Yahudi yakni kebenaran Allah yang bersifat relasional. Selain itu ditandaskan juga bahwa iman menjadi syarat pembenaran dan hidup manusia. Iman adalah syarat mutlak dalam berhadapan dengan keselamatan dari Allah. Iman juga merupakan syarat utama untuk manifestasi kebenaran Allah.
Sumber: Hayon Nikolaus (ed), TEMA-TEMA PAULUS, Nusa Indah, Ende, 1989. Hal 9-29.

FEODALISME VERSUS SISTEM DEMOKRASI INDONESIA

FEODALISME VERSUS SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA


TUGAS: FILSAFAT BUDAYA
O L E H:
AYUSTUS ERASMUS LIM
NIM: 09010309
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI “FAJAR TIMUR”
ABEPURA
2011

PENDAHULUAN
Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa renaisanse abad ke-14, sekitar abad ke-3 Romawi pecah menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem feodalisme.[1] Sistem feodalisme yang terjadi mengakibatkan munculnya kelas penguasa, ningrat, borjuis, aristokrat dan kelas bawah yang terdiri dari buruh, petani dan hamba. Sistem yang demikian menjadikan kelas bangsawan dan lain sebagainya untuk mengambil alih dan memonopoli sistem perekonomian. Dalam feodalisme tanah ibarat sumber kehidupan bagi para raja dan bangsawan. Seluruh tanah dianggap milik raja dan keluarganya. Rakyat hanya meminjam sehingga harus membayar pajak atau upeti. Dan sewaktu-waktu raja boleh mengambil kembali tanahnya kalau ia menginginkan. Akibatnya, patronase menjadi kelaziman yang tak bisa dihindari. Kalau masyarakat ingin hidup maka ia harus mengabdi pada penguasa tanah: raja, bangsawan dan tuan tanah. Petani dan masyarakat mesti tunduk dan hormat kepada mereka.
 Pada hakekatnya, sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah demokrasi. Namun nilai-nilai feodalisme itu kian bertahan dan berkembang dalam wujud neo feodalisme yang sebenarnya bertolak belakang dengan paham dan prinsip demokrasi yang bertumbuh pada persamaan. Sebuah fenomena dari tradisi masa lalu yang membuat demokrasi di Indonesia seakan-akan kehilangan makna aslinya. Melihat perkembangan feodalisme di Indonesia dan telah merusak nilai-nilai demokrasi, maka hal ini mendorong penulis untuk mendalaminya karena sampai saat ini sistem feodalisme terus menjadikan masyarakat hidup dalam ketakutan dan penderitaan yang berkepanjangan. Akhirnya, alasan dalam penulisan makalah ini adalah bahwa penulis ingin memahami dan mengetahui secara lebih mendalam tentang sistem feodalisme yang terjadi yang terjadi di Negara-negara Eropa dan secara khusus sistem feodalisme yang terjadi di Negara Indonesia. Selain itu, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah, mengetahui apa itu sistem feodalisme yang terjadi di sebuah Negara secara khusus Negara Indonesia? Mengetahui pengaruh dan dan dampak sistem feodalisme? Serta mampu untuk menganalisis dan mengetehui relevansinya di Negara Indonesia. Saya berharap bahwa tujuan yang dikemukakan ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis dalam menggapai cita-cita sebagai seorang calon Imam di tanah Papua.
FEODALISME DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
Istilah feodalisme diambil dari istilah Latin ‘feodum’ yang berarti ‘fief’. Jadi secara harafiah istilah feodalisme berarti suatu masyarakat yang diatur berdasarkan sistem fief dengan kekuasaan legal dan politis yang menyebar luas di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan ekonomi.[2] Namun istilah itu dipakai dengan pengertian yang lebih luas, yakni mengacu pada masyarakat manapun di mana sebagian besar produksi sosial dilakukan oleh orang-orang yang harus menyerahkan sebagian produk mereka kepda sekolompok non-produsen pemilik lahan turun-temurun yang kekuasaannya didasarkan pada hak istimewa turun-temurun dan kekuatan senjata. Feodalisme juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem sosial yang dominan pada abad pertengahan terutama di Eropa, dimana raja membagi wilayah-wilayah kekuasaannya yang dipimpin para bangsawan sebagai balas jasa terhadap layanan militer yang diberikan para bangsawan. Para tuan tanah membayar pajak kepada bangsawan sebagai upah menyewa tanah dan para penduduk wajib tunduk, hormat, bekerja dan membagikan hasil produksinya kepada penguasa wilayah tersebut.
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas. Sistem sosial seperti ini juga dapat kita temukan di Indonesia. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.. Seorang antropolog Amerika, Clifford Geertz, menggolongkan masyarakat Jawa kepada tiga golongan, yaitu priyayi, santri dan abangan. Golongan priyayi inilah yang menduduki posisi bangsawan.[3]
Seperti yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta, dalam feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah  bentuk menjadi penguasa dan kaum elite. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan Negara kita. Feodalisme terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa hinduisme telah dominan di Nusantara ini sebelum datangnya islam dan kolonialisme, karena memang kerajaan hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini. Sistem yang melekat dalam kerajaan hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya tersebut. Feodalisme yang terjadi pada zaman kerajaan hindu adalah pembagian kasta dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad lamanya. Feodalisme pun membekas keras dalam benak manusia Indonesia, pengaruhnya pun tidak mudah dihapus begitu saja, sehingga feodalisme masih ada dan berubah menjadi neo-feodalisme menjelang abad ke 21 ini. Contoh dari unsur feodalisme yang menonjolkan tentang jenjang atau tingkat masyarakat seperti apabila ada seorang menteri atau pejabat mengadakan pesta pora pernikahan anaknya, seluruh karyawan atau “balakeningratannya” akan ikut serta dalam kegiatan tersebut mereka diberi seragam sesuai dengan fungsi dan derajatnya,ada yang menjadi ketua panitia,penerima tamu tertentu, penerima tamu biasa dan seterusnya (contoh konkritnya seperti pernikahan Ibas dan Aliya). Dengan kata lain manusia Indonesia itu terbiasa dengan pengkotak-kotakkan dalam fungsi dan derajatnya sebagai karyawan dan juga sebagai pelayan “Bapak” seperti lazimnya dalam sistem feodalisme.
PANDANGAN THOMAS AQUINAS TENTANG MASYARAKAT FEODAL[4]
Selama berabad-abad, dasar pemikiran sosial gereja adalah keyakinan bahwa adanya lembaga-lembaga penaklukkan itu merupakan hukuman bagi kejatuhan Adam dan Hawa serta akibat perilaku angkara yang dilakukan semua anak cucu mereka. Atas rahmat Tuhan para raja di tempakan diatas orang-orang lain dengan tujuan mengusir angkara. Namun, lambat-laun, konsepsi yang agak berbeda bisa diterima: pandangan bahwa ciri-ciri utama tatanan sosial feudal adalah akibat dari aturan ilahi dan bukan sekedar hukuman atas ketidaktaatan manusia. Dalam pandangan ini, keputusan orang-orang terhadap majikan, lord, dan Raja adalah sesuatu yang alami dan benar, asalkan itu berlangsung dalam batas-batas tertentu. Jika tidak,  maka hal itu menjadi tidak alami dan tidak benar. Pendapat ini mendapatkannya yang paling menyeluruh pada filsafat sosial Thomas Aquinas, yang karya besarrnya, yakni Summa Theologica (1265-73), menjadi ajaran resmi gereja.
TANGGAPAN ATAS PEMIKIRAN THOMAS AQUINAS (ANALISIS)
Berdasarkan pemikiran dari Thomas Aquinas ini, saya sangat setuju bahwa tatanan masyarakat feodal yang ada dalam masyarakat merupakan akibat dari aturan/hukum ilahi dan bukan sekedar hukuman atas ketidaktaatan manusia. Dengan demikian para penguasa seperti bangsawan, Raja dan masyarakat kecil merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan masyarakat. Pada hakekatnya, sesuatu kelompok orang akan dikatakan sebagai masyarakat apabila didalamnya terdapat hirarki yakni adanya Raja (penguasa, bangsawan) dan masyarakat kecil (petani, buruh dll). Semuanya ini dapat dikatakan benar apabila berjalan/berlangsung sesuai dengan batas-batas tertentu.
Namun dalam aspek ekonomi, saya agak berseberangan dengan pemikiran Thomas Aquinas tentang hukum/aturan alami yang terjadi dalam kehidupan masyrakat. Realita yang terjadi dalam kehidupan masyarakat justru menunjukkan bahwa praktek hirarki antara Raja, penguasa, bangsawan dan masyrakat kecil telah merusak dan mengancam stabilitas dalam kehidupan bersama. Sistem yang demikian menjadikan masyarakat kecil (buruh dan petani) terus menderita sepanjang masa, karena yang kaya akan tetap kaya sedangkan yang miskin akan tetap miskin. Padahal manusia tidak ditakdirkan dan diciptakan untuk hidup miskin dan menderita sepanjang hidup. Menurut pemikiran etis St Agustinus mengatakan bahwa Allah Sang Pencipta itu telah menciptakan semua dengan baik. Sedangkan menurut Hobbes mengatakan bahwa manusia itu setara: variasi individual dalam hal kekuatan dan rasionalitas tidak penting bila dilihat dalam sudut pandang mempertahankan hidup.[5] Dengan demikian, menurut saya bahwa dalam masyarakat sistem hirarki itu sangat andil, tetapi setiap individu harus diberikan kebebasan untuk mengatur dan mengelolah hidupnya sendiri. Para penguasa (Raja, bangsawan), seharusnya memberikan perlindungan terhadap masyarakat kecil bukan menjadikan masayarakat sebagai obyek.
Selain itu juga, masyarakat harus mulai meninggalkan feodalisme dan mengganti dengan budaya egaliter dimana setiap masyarakat mempunyai kedudukan yang sama. Sehingga tidak ada lagi keharusan untuk selalu mengikuti atasan dan dengan begitu ide, gagasan serta kreatifitas individu dapat terlihat tanpa harus takut, rikuh dengan atasan, senior atau penjabat. Masyarakat harus mulai berani menonjolkan diri tanpa rasa takut atau segan dengan atasan. Dengan hal itu maka kemampuan dari masing-masing individu dapat terlihat dengan maksimal. Selain menumbuhkan budaya egaliter, juga harus menumbuhkan rasa percaya diri. Masyarakat harus percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki tanpa harus merasa minder dengan senior, ataupun atasan.
FEODALISME VERSUS SISTEM DEMOKRASI INDONESIA
Dalam masyarakat dunia modern yang menjunjung tinggi demokrasi, tentu nilai-nilai kesetaraan yang menjadi makna lain dari demokrasi, telah menutup ruang bagi timbulnya nilai-nilai feodalistik. Begitu juga dengan semangat yang terkandung dalam falsafah bangsa Indonesia, Pancasila. Nilai ini terkandung dalam sila ke-2, kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi, telah menutup ruang bagi tradisi feodalisme dengan mengedepankan kesetaraan setiap warga negara.
Disadari atau tidak, feodalisme masih ada dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia. Feodalisme yang eksis di sebuah negara monarki bertransformasi menjadi neo feodalisme yang wujud di sebuah negara demokrasi dengan membawa nilai-nilai feodal yang menciptakan paradoksi demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi dengan tradisi feodal, ditandai dengan terbentuknya faksi-faksi, hal ini terlihat jelas dalam pemerintahan yang didominasi oleh faksi kepentingan elit politik. Elit politik inilah yang memainkan alur kebijakan, membawa kepentingan kelompoknya dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.
Tradisi feodal lain yang diwariskan adalah dengan pemberian ruang kekuasaan atau akses-akses terhadap sumber ekonomi berdasarkan ikatan primordial, emosional dan kelompok-kelompok tertentu. Menurut Ben Anderson, seorang Indonesianis, ia melihat bahwa tradisi para politikus menyiapkan putra-putri mereka dalam mengganti posisi mereka merupakan cerminan feodalisme. Mereka hanya mampu menumpang ketenaran orangtua atau suami mereka, meskipun mereka berotak “ayam”. Sesungguhnya tradisi-tradisi feodalisme yang ada dalam sistem demokrasi Negara Indonesia menimbulkan dua hal (relevansinya) yakni:
1. KORUPSI
Korupsi dari hari ke hari makin menjadi berita aktual dalam berbagai media massa. Meski usianya sudah tua, setua peradaban manusia, perilaku korupsi ternyata tidak juga berkurang, bahkan semakin merajalela. Korupsi, makin terang-terangan dilakukan. Bukan hanya perindividu saja yang melakukannya, namun saat ini juga marak korupsi secara bersama-sama. Satu kelompok masyarakat tertentu melakukan korupsi secara bersama dan besar-besaran.
Di Indonesia, praktek korupsi bersama banyak terjadi. Praktek korupsi berawal dari proses pembiaran, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat negara. Sehingga masyarakat menjadi pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor. Dalam perkembangannya, korupsi menjadi sebuah masalah ekonomi yang berakar pada struktur sosial-politik masyarakat Indonesia. Dalam paham feodalisme, penyimpangan yang kerap terjadi merupakan penyalahgunaan kekuasaan. “Penyalahgunaan kekuasaan, terutama korupsi, masih sangat merajalela. Bukannya berkurang, tetapi malah justru menguat” (Kompas, Minggu 9 Mei 2010). Salah satu akar utama dari penyalahgunaan itu adalah sistem feodalisme. Dalam sistem feodalisme itu, otomatis siapa saja yang memiliki kekuasaan menjadi merasa memiliki hak-hak khusus. “Salah satu sumber penyebabnya adalah struktur masyarakat dan paham kita yang masih feodal. Dalam sistem feodal, jika kita punya kekuasaan, kita juga merasa punya hak-hak tersendiri. Salah satu ekspresinya melalui penyalahgunaan wewenang,” ungkapnya.
Korupsi bukanlah sebuah masalah moral semata. Suburnya praktek korupsi tidak tidak terlepas dari struktur politik kekuasaan yang memberikan ruang untuk munculnya masalah tersebut. Salah satu di antara banyak faktor yang berperan menyuburkan korupsi adalah "sentralisme kekuasaan", atau struktur pemerintahan yang memusatkan kekuasaan di tangan segelintir elit saja. Pimpinan Umum Harian Kompas, Jakob Oetama, dalam seminar "Korupsi yang Memiskinkan", di Jakarta, Senin (21/2) menyatakan salah satu sumber korupsi di Indonesia adalah feodalisme. "Feodalisme memberikan privilege, hak istimewa bagi penguasa," kata Jakob. Harus diakui, maraknya korupsi di tanah air bisa menciptakan hidup bersama di Indonesia menjadi busuk. Pasalnya, korupsi tak hanya membusukkan para pelakunya, tetapi juga seluruh kinerja, maksud, dan tujuan sebuah institusi yang menjadi prasyarat mutlak hidup bersama. Struktur dan anatomi korupsi di Indonesia sudah berurat berakar sejak lama.
2. KEMISKINAN
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun ternyata kekayaan tidak bisa membuat bangsa ini keluar dari kemiskinan. Masih banyak masyarakatyang hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan ini disebabkan selain karena faktor struktural yang tidak memberi kesempatan masyarakat untuk mengakses sektor-sektor kehidupan, namun juga disebabkan oleh nilai-nilai budaya yang dinut leh masyarakat. salah satunya adalah budaya feodalisme, dimana masyarakat selalu berorientasi ke atasan, senior, dan pejabat untuk dimintai restunya ketika akan melakukan kegiatan atau usaha. Budaya ini mengakibatkan masyarakat menjadi terkungkung, kurang kreatif karena selalu menurut pada atasan. Akibatnya yang mendapatkan keuntungan hanya kelas atas yang jumlahnya sedikit, sementara kelompok bawah yang mayoritas tidak mendapat apa-apa dan akan selalu hidup dalam keterbatasan. Kehidupan suatu masyarakat tidak akan lepas dari adanya masalah-masalah. Masalah yang menjadi perhatian dalam kehidupan modern ini adalah kemiskinan. Kemiskinan menjadi “hantu” yang terus membayangi kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Keadaan miskin ini menjadi suatu masalah sosial yang memang menjadi bagian masyarakat di seluruh dunia.
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam (konkritnya di tanah Papua). Namun ternyata kekayaan tidak bisa membuat bangsa ini keluar dari kemiskinan. Masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan ini disebabkan selain karena faktor struktural yang tidak memberi kesempatan masyarakat untuk mengakses sektor-sektor kehidupan, namun juga disebabkan oleh nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat. Salah satunya adalah budaya feodalisme, dimana masyarakat selalu berorientasi ke atasan, senior, dan pejabat untuk dimintai restunya ketika akan melakukan kegiatan atau usaha. Budaya ini mengakibatkan masyarakat menjadi terkungkung, kurang kreatif karena selalu menurut pada atasan. Akibatnya yang mendapatkan keuntungan hanya kelas atas yang jumlahnya sedikit, sementara kelompok bawah yang mayoritas tidak mendapat apa-apa dan akan selalu hidup dalam keterbatasan. Kehidupan suatu masyarakat tidak akan lepas dari adanya masalah-masalah. Masalah yang menjadi perhatian dalam kehidupan modern ini adalah kemiskinan. Kemiskinan menjadi hantu yang terus membayangi kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Keadaan miskin ini menjadi suatu masalah sosial yang memang menjadi bagian masyarakat di seluruh dunia.
KESIMPULAN
Berdasarkan pokok-pokok bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem feodalisme yang terjadi di Negara-negara Eropa memberikan dapak bagi Negara Indonesia. Perkembangan feodalisme di Indonesia telah merusak dan mengancam nilai-nilai demokrasi. Para penguasa dan kaum elite menggunakan kekuasaannya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Menurut Thomas Aquinas, sistem feodalisme yang ada dalam masyarakan merupakan suatu hukum alami. Pemikiran ini, mendapatkan tanggapan dari saya bahwa setiap manusia tidak diciptakan atau ditakdirkan untuk terus hidup menderita. Apabila sistem feodalisme dipandang sebagai hukum alami berarti dalam kehidupan bersama yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap miskin, padahal Allah Sang Pencipta telah menciptakan semua dengan baik. Dalam Negara demokrasi seperti Negara Indonesia, sistem feodalisme memainkan peranan penting dalam berbagai hal (politik, kekuasaan dll). Dengan demikian, sistem feodalisme ini melahirkan korupsi yang terus saja terjadi dan kemiskinan yang berkepanjangan.







[2] Fink Hans, Filsafat Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1981. (Dalam hasil ringkasan kel. 1) Hal 1-2.
[3] Ibid.,Fink Hans (Dalam ringksan kel 1). Hal 2
[4] http://userperpustakaan.blogspot.com/2011/04/pemikiran-thomas-aquinas-tentang.html

[5] Op.cit.,Fink Hans (Dalam ringkasan kel.1). Hal 7-8

Jumat, 02 Desember 2011

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

O
L
E
H

AYUSTUS ERASMUS LIM
NIM: 09010309
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI “FAJAR TIMUR”
ABEPURA
2011




PENGANTAR
Manusia adalah makhluk istemewa yang diciptakan oleh Tuhan karena memiliki akal budi. Melalui akal budi manusia dapat hidup sesuia dengan apa yang ada tempat dimana ia hidup. Manusia juga selalu berkembang dari tahap tertentu menuju tahap tertentu. Perkembangan yang dialami oleh manusia menjadikan dia lebih matang dalam menjalani kehidupan ini.  Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya. Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Oleh karena itu, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah. Saya berharap bahwa semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis dalam menjalani panggilan hidup ini sebagai seorang calon imam di tanah Papua.




                                                                                                                        Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………….              
PENGANTAR……………………………………………………………………………             
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….               
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….   1
A.    LATARBELAKANG…………………………………………………………..    1
B.     TUJUAN PENULISAN………………………………………………………..     1
C.    METODE PENULISAN….................................................................................    2
D.    MANFAAT PENULISAN……………………………………………………..    2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….     2
A.    CIRI-CIRI PERKEMBANGAN FISIK………………………………………    2
B.     ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN………………………………………..    3
1.      ASPEK PERKEMBANGAN FISIK……………………………………    3
2.      ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF……………………………..     5
3.      ASPEK PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL………………………..      7
4.      KESEHAHATAN………………………………………………………      9
C.    PERILAKU PERKEMBANGAN PENGHAYATAN IDENTITAS DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI…………………          9
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….     11
KESIMPULAN………………………………………………………………………..      11
SARAN…………………………………………………………………………………      11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….    


BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial dan saling terkait satu sama lain, sehingga akan membentuk kelompok-kelompok kecil yang notabenenya adalah sebuah komunitas dan akan berbaur membentuk komunitas besar. Satu dengan yang lainnya akan saling berinteraksi, entah berinteraksi positif (saling tolong-menolong, gotong royong, bekerja sama) maupun interaksi negatif (saling menjatuhkan, menindas, mengadu domba, dll). Hubungan atau interaksi antar manusia perlu adanya aturan yang mampu mengubah atau menjadikan tatanan yang buruk menjadi lebih baik. Pengelompokan manusia berdasarkan usia akan membantu dalam berinteraksi dengan mereka. Interaksi dengan anak-anak sudah barang tentu berbeda dengan orang dewasa.
Dewasa awal atau yang sering disebut juga dengan dewasa muda, yaitu antara umur 20-40 tahun merupakan tahap perkembangan yang paling dinamis sepanjang rentang kehidupan manusia, sebab seseorang mengalami banyak perubahan-perubahan progresif secara fisik, kognitif maupun psikososio-emosional, untuk menuju integrasi kepribadian yang semakin matang dan bijaksana. Seorang dewasa muda telah menunaikan tugas perkembangan masa remaja seperti telah menyelesaikan pendidikan menengah maupun atas, mengikuti dan menamatkan pendidikan tinggi(universitas), meniti dan meraih puncak karir, menikah, membentuk dan membina keluarga baru, berpartisipasi sebagai warga negara yang aktif dan produktif untuk memantapkan status sosial ekonomi keluarga dan sebagainya. Pemerintah Negara Indonesiapun menaruh perhatian terhadap dewasa muda, karena mereka akan menduduki posisi kepemimpinan bangsa dimasa depan, sehingga perlu dibentuk kementrian pemuda. Mengingat betapa peran strategis yang penting pada kaum muda, maka sudah selayaknya memikirkan, memahami dan membuat kebijakan yang tepat bagi mereka.
B. TUJUAN PENULISAN
Dalam makalah ini, tujuan yang hendak dicapai penulis adalah:
1.      Menguraikan psikologi perkembangan masa dewasa awal dan aspek-aspek perkembangan secara komprehensif dan terintegratif.
2.      Mendeskripsikan optimalisasi perkembangan dewasa awal dan penghayatan akan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari serta mendalami masalah seputar gaya hidup menikah dan tidak menikah.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, saya menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk bisa mendalami aspek-aspek perkembangan masa dewasa awal melalui buku-buku yang tersedia dan tulisan lain yang juga mendukung. Selain itu juga, penulis membandingkan pengelaman pribadi pada aspek-aspek tertentu.
D. MANFAAT PENULISAN
Melalui makalah ini, manfaat adalah:
1.      Menambah pengetahuan bagi penulis tentang psikologi perkembangan masa dewasa awal beserta aspek-aspek yang terkandung didalamnya.
2.      Membuka wawasan dan pemahaman para pembaca tentang perkembangan masa dewasa awal.
3.      Menjelaskan berbagai aspek dan masalah dalam perkembangan masa dewasa awal.
BAB II PEMBAHASAN
A. CIRI-CIRI PERKEMBANGAN FISIK
Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut Anderson (dalam Mappiare : 17) terdapat 7 ciri kematangan psikologi, ringkasnya sebagai berikut:
a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya,dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi.
b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien; seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
c. Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.
d. Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.
e. Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya.
f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh, sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.
g. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru.
B. ASPEK-ASPEK PEKEMBANGAN
Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
1. ASPEK PERKEMBANGAN FISIK
Dari pertumbuhan fisik, menurut Santrock (1999) diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lainnya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah dapat di-kenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau perdata}. Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi. Dengan demikian aspek-aspek perkembangan fisik meliputi beberapa hal yaitu:
v  Kekuatan dan energi
Selepas dari bangku pendidikan tinggi, seorang dewasa muda berusaha menyalurkan seluruh potensinya untuk mengembangkan diri melalui jalur karier. Kehidupan karier, sering kali me-nyita perhatian dan energi bagi seorang individu. Hal ini karena mereka sedang rnerintis dan membangun kehidupan ekonomi agar benar-benar mandiri dari orang tua. Selain itu, mereka yang menikah harus rnemikirkan kehidupan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, mereka memiliki energi yang tergolong luar biasa, seolah-olah mempunyai kekuatan ekstra bila asyik dengan pekerjaannya.
v  Ketekunan
Untuk dapat mencapai kemapanan ekonomis (economically es­tablished), seseorang harus memiliki kemauan kerja keras yang disertai ketekunan. Ketika menemukan posisi kerja yang sesuai dengan minat, bakat, dan latar belakang pendidikannya, mereka umumnya akan tekun mengerjakan tanggung jawab pekerjaannya dengan baik. Ketekunan merupakan salah satu kunci dari kesuksesan dalam meraih suatu karier pekerjaan. Pada mereka yang masih membujang apabila pekerjaan tidak sesuai dengan kariernya maka ia akan mencari pekerjaan yang lain. Sedangkan bagi mereka sudah menikah akan terus mengembangkan kariernya walaupun tidak sesuai dengan bidang kariernya karena takut mengalami kegagalan. Sejak saya berusia 22 tahun, saya sempat mendaftarkan di universitas lain. Setelah dinyatakan lulus saya tidak ingin lagi untuk melanjutkan kuliah karena karena tidak sesuai dengan keinginan dan karier saya, maka saya memilih untuk melanjutkan cita-cita saya sebagai seorang calon imam.
v  Motivasi
Maksud dari motivasi di sini ialah dorongan yang berasal dari kesadaran diri sendiri untuk dapat meraih keberhasilan dalam suatu pekerjaan. Dengan kata lain, motivasi yang dimaksudkan ialah motivasi internal. Orang yang merniliki motivasi Internal, biasanya ditandai dengan usaha kerja keras tanpa dipengarahi lingkungan eksternal, pada dasarnya seseorang akan bekerja secara tekun sampai benar-benar mencapai suatu tujuan yang diharapkan, tanpa putus asa walaupun memperoleh hambatan atau rintangan dari lingkungan eksternal. Ketika saya mau melanjutkan pendidikan ke Tahun Orintasi Rohani, saya dinyatakan tidak lulus karena sakit. Oleh karena itu saya harus mencari jalan lain. Namun karena motivasi yang begitu kuat untuk menjadi imam maka saya berjuang untuk melakukan pengobatan. Keberadaan saya selama di luar ada banyak berbagai macam pengaruh dari lingkungan tetapi tidak pernah menghalang motivasi saya untuk menjadi imam.
2. ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF
Masa perkembangan dewasa muda (young adulthood] ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide dan pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat untuk meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Ketika memasuki masa dewasa muda, biasanya individu telah mencapai penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang matang. Dengan modal itu, seorang individu akan siap untuk menerapkan keahlian tersebut ke dalam dunia pekerjaan. Dengan demikian, individu akan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan mampu mengembangkan daya inisiatif-kreatimya sehingga ia akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman tersebut, akan semakin mematangkan kualitas mentalnya.
v  TEORI-TEORI PERKEMBANGAN MENTAL MENURUT TURNER DAN HELMS
Para ahli psikologi perkembangan, seperti Turner dan Helms (1995) mengemukakan bahwa ada dua dimensi perkembangan mental, yaitu (1) dimensi perkembangan mental kualitatif (quali­tative mental dimensions] dan (2) dimensi perkembangan men­tal kuantitatif (quantitative mental dimensions}.
Dimensi Mental Kualitatif (Qualitative Mental Dimensions)
Menurut Turner dan Helms (1995), dewasa muda bukan hanya mencapai taraf operasi formal, melainkan telah memasuki penalaran postformal (post-formal reasoning). Kemampuan ini ditandai dengan pemikiran yang bersifat dialektikal (dialectical thought], yaitu kemampuan untuk me­mahami, menganalisis dan mencari titik temu dari ide-ide, gagasan-gagasan, teori-teori, pendapat-pendapat dan pemikiran-pemikiran yang saling kontradiktif (bertentangan) sehingga individu mampu menyintesiskan dalam pemikiran yang baru dan kreatif. Gisela Labouvie-Vief (dalam Turner dan Helms, 1995} setuju kalau operasi formal lebih tepat untuk remaja, sedangkan dewasa muda mampu memahami masalah-masalan secara logis dan mampu mencari inti sari dari hal-hal yang bersifat paradoksal sehingga diperoleh pemikiran baru.
Dimensi Mental Kuantltatif (Quantitative Mental Dimensions)
Biasanya, menurut Turner dan Helms (1995), untuk mengetahui kemampuan mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan skala angka secara eksak atau pasti. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf inteligensi cenderung menurun. Latar belakang proses penurunan ini dikarenakan perbedaan faktor pendidikan ataupun status sosial ekonomi (status of econo-sociafy. Individu yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperoleh tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung menurun ke­mampuan intelektualnya secara kuann’tauf. Sebaliknya, individu yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosio-ekonomi yang mapan, berarti ketika bekerja banyak menuntut aspek pemikiran intelektual sehingga intelektualnya terasah. Dengan demikian, kemampuan kecerdasannya makin baik.
v  TIPE-TIPE INTELEKTUAL PADA MASA DEWASA AWAL
Sementara itu, setelah melakukan serangkaian penelitian jangka panjang, para ahli (seperti Baltes dan Baltes, Baltes dan Schaie, Willis dan Baltes}, menyimpulkan ada beberapa tipe intelektual, yaitu inteligensi kristal (cristalized intelligence), fleksibilitas kognitif (cognitive flexibility], fleksibilitas visuo-motor (visuomotor flex­ibility], dan visualisasi (visualization) (Turner dan Helms, 1995). 
v  Visualisasi,yaitu kemampuan individu untuk melakukan proses visual. Misalnya, bagaimana individu memahami gambar-gambar yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
v  Fleksibilitas kognitif adalah kemampuan individu me­masuki dan menyesuaikan diri dari pemikiran yang satu ke pemikiran yang lain
v  fleksibilitas Visuamotor adalah kemampuan untuk menghadapi suatu masalah dari yang mudah ke hal yang lebih sulit, yang memerlukan aspek kemampuan visual/motorik (penglihatan, pengamatan, dan keterampilan tangan). 
v  Inteligensi kristal adalah fungsi keterampilan mental yang dapat dipergunakan individu itu, dipengaruhi berbagai pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam dunia pendidikan.

3. ASPEK PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Selain bekerja, mereka akan me­masuki kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, memelihara anak-anak dan tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua. Selain itu, dewasa muda mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya yang telah dibina sejak masa remaja/masa sebelumnya. Havighurst (Turner dan Helms, 1995} mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa muda, di antaranya :
v  Mencari dan Menemukan Calon Pasangan Hidup. Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang syah(perkawinan resmi) 
v  Membina Kehidupan Rumah Tangga. Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan dewasa muda berkisar antara 21-40. Dari sini, mereka mem-persiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru.
v  Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab. Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku.
v  Meniti Karier dalam Rangka Memantapkan Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga. Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya. mereka juga harus dapat membentuk, membina dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing.
Dampak usia, seks, dan faktor keluarga terhadap perkembangan karier dan kepuasan kerja.
Dampak usia terhadap perkembangan karier adalah individu yang memasuki fase dewasa awal di dalam aktivitas kerjanya, orang dewasa awal cenderung jarang untuk masuk kerja karena alasan kesehatan daripada pekerja yang lebih tua. Mereka memiliki kemampuan aritmatika dan kemampuan lainnya yang lebih baik daripada pekerja yang lebih tua. Mereka cenderung gesit dan cekatan dalam bekerja sehingga mampu mencapai tahap pekerjaan yang mapan atau telah mencapai puncak karier, akan tetapi mereka kurang bijaksana dalam bekerja. Kepuasan pada suatu pekerjaan memiliki kaitan yang erat dengan proses kehidupan, indikasi-indikasi kepentingan ini berkaitan dengan aspek kesetiaan (loyalitas) dan kesehatan. Ketika orang yang bekerja mengalami ketidakpuasan dengan hasil pekerjaannya, keadaan ini seringkali dipengaruhi oleh sejenis stressor yang kuat. Adapun stressor-stressor tersebut dapat berupa:
v  · Masalah seksual
v  · Kurangnya dukungan dari keluarga
o   · Gaji yang kecil
o   · Pekerjaan yang monoton
o   · Bekerja dalam waktu yang terlalu lama
o   · Ada masalah dengan atasan
o   · Tidak ada pembagian yang jelas dalam pekerjaan
4. KESEHATAN
Masa dewasa awal adalah masa dimana seseorang mencapai puncak kemampuan fisik dengan kondisi yang paling sehat. Namun pada masa ini kemampuan fisik individu juga mulai menurun. Kekuatan dan kesehatan otot mulai menunjukkan penurunan sekitar umur 30-an. Pada masa ini beberapa individu berhenti berpikir tentang bagaimana gaya hidup pribadi akan mempengaruhi kesehatan hidup mereka selanjutnya pada kehidupan dewasa. Dalam studi longitudinal, kesehatan fisik di usia 30 tahun dapat memprediksikan kepuasan hidup pada usia 70 tahun yang mana lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Pada masa dewasa awal, sistem indera individu menunjukkan sedikit perubahan, tetapi lensa mata kehilangan elastisitasnya dan menjadi kurang mampu mengubah bentuk dan fokus pada benda-benda yang berjarak dekat. Kemampuan pendengaran mencapai puncak pada masa remaja dan tetap konstan pada permulaan dewasa awal, tetapi mulai mengalami penurunan pada akhir masa dewasa awal. Pada pertengahan sampai menjelang akhir 20-an, jaringan lemak tubuh bertambah. Kondisi kesehatan dewasa muda dapat ditingkatkan dengan mengurangi gaya hidup yang merusak kesehatan. Menurut Hurlock, puncak efisiensi fisik biasanya dicapai pada usia pertengahan dua puluhan, setelah itu terjadi penurunan lambat laun hingga awal usia empat puluhan. Oleh karena itu, pada masa dewasa muda lebih mampu menghadapi dan mengatasi masalah secara fisik sehingga penyesuaian fisik berjalan dengan baik. Pada masa ini individu sudah menyadai adanya kekurangan fisik pada dirinya namun juga menyadari bahwa ia tidak dapat menghapus kekurangannya tapi masih mampu untuk memperbaiki penampilan, hal ini menimbulkan minat yang menyangkut pada diet, olah raga dan aspek kecantikan. Minat akan penampilan ini akan berkurang menjelang usia tiga puluhan karena dirasa semakin kuatnya ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga.
C. PERILAKU PERKEMBANGAN PENGHAYATAN IDENTITAS DAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dalam tahap awal perkembangan psikososial (dari Erikson) setelah memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar pada diri anak, tumbuhlah perasaan mempercayai pihak otoritas. Disini anak belajar mempercayai orang lain, terutama pada orang tua yang telah memelihara dan memberikan kasih sayang. Mereka juga mengembangkan konsep tentang hal yang baik dan yang buruk. Dari sisi perkembangan kognitif (dari kohlberg) yakni masa pre-operasional, pemikiran anak terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang baru. Mereka beranggapan antara fantasi dan kenyataan (realitas) terjadi secara bersamaan. Salah dan benar merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya. Sebagai anak-anak, mereka berusaha memahami kekuatan yang mengatur(mengontrol) kehidupan dunia. Mereka sering membuat khayalan-khayalan (imajinasi), bentuk kekuasaan atau macam kekuatan yang menyebabkan kelangsungan hidup makhluk maupun isi dunia. Bentuk-bentuk imajinasi yang muncul, bagaimana gambaran tentang neraka, surga, Tuhan, yang pernah diceritakan orang tua atau yang dibaca di dalam buku-buku. Ciri khusus imajinasi anak-anak masa ini, ditandai dengan imajinasi yang irasional(irrasional image), sebab kapasitas kognitifnya yang masih bersifat pre-operasional. Selain itu, karena sikapnya yang ego sentris, anak-anak sulit membedakan pandangan sendiri dengan pandangan dari orang tua, dalam pikiran mereka tergambar adanya keharusan seseorang (manusia) untuk patuh (obedience) agar memperoleh ganjaran (berkat) dan hukuman bagi orang yang tidak patuh.
Pada usia ini seseorang sudah mulai meningkat percaya terhadap hal-hal yang abstrak. Kepercayaan akan Tuhan, tetapi aplikasi ibadahnya menurun karena sibuk dengan ekonomi dan karir. Dari bertambahnya usia, hingga mencapai pada usia akhir pada usia muda yaitu mendekati usia 40, seseorang bisa mencapai tahapan keyakinan keagamaan yang tertinggi.
 Keyakinan ini berkaitan dengan system keyakinan transcendental yang melampaui seluruh ajaran agama atau kepercayaan di dunia. Orang yang telah mencapai tahap ini tidak memiliki pandangan yang sempit, yaitu hanya terbatas pada ajaran agamanya saja. Pandangannya telah menyeluruh (komprehensif, holistik, integratif) Dan menembus sekat-sekat kesukuan, kebangsaan, agama, jenis kelamin, dan strata sosial. Segala hal yang bersifat paradox dan menimbulkan pertentangan telah dihapuskan. Yang ada hanyalah kesederajatan, kesetaraan dan kesamaan antara manusia dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia baik kaya-miskin, pandai- bodoh, berkulit hitam-putih dan laki-laki perempuan di hadapan Tuhan sama. Yang membedakan adalah ketaqwaannya.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Masa dewasa adalah masa yang sangat panjang (20 – 40 tahun), dimana sumber potensi dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini adalah peralihan dari masa remaja yang masih dalam ketergantungan menuju masa dewasa, yang menuntut kemandirian dan diujung fase ini adalah fase dewasa akhir, dimana kemampuan sedikit demi sedikit akan berkurang. Sehingga masa dewasa awal adalah masa yang paling penting dalam hidup seseorang dalam masa penitian karir/pekerjaan/sumber penghasilan yang tetap.
Masa ini juga adalah masa dimana kematangan emosi memegang peranan penting. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa menempatkan dirinya pada situasi yang berbeda; problem rumah tangga, masalah pekerjaan, pengasuhan anak, hidup berkeluarga, menjadi warga masyarakat, pemimpin, suami/istri membutuhkan kestabilan emosi yang baik.
SARAN
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak hal yang harus dilengkapi demi perkembangan kemampuan penulis dan para pembaca. Oleh karena itu, Segala bentuk masukan atau saran dan usulan yang sifatnya mendukung penulisan ini, amat sangat diharapkan bukan semata-mata demi sempurnanya tulisan ini sendiri melainkan juga demi penghayatan akan dalam kehidupan sehari.







DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Ida. Jurnal: Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seks Maya Berdasarkan Jenis Kelamin pada Dewasa Awal. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma: dayu_sarasvaty@yahoo.com.
Drs.Johan W Kandau.1991, Psikologi Umum, Jakarta; PT.Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
SUMBER INTERNET
4.      Qalbinur. Periodesasi Perkembangan Masa Dewasa Awal. http//qalbinur.wordpress/2009/03/27.